Akhir
yang mengejutkan
Berusaha
untuk mendapatkan sesuatu yang diharapkan memang hal wajar, tapi jika untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan menghalalkan segala cara?....
“apa
kamu masih mau disini?”
“tentu,
aku akan menunggunya datang”
“tapi bukankah
kamu telah menunggu lebih dari 3 jam? Mungkin saja dia ada acara mendadak dan
tak sempat mengabarimu atau mungkin dia lupa”
“ah
tidak mungkin itu, dia tak akan pernah lupa dengan janjinya”
“ya
sudah, jika kau membutuhkan bantuanku kumu bisa meneleponku”
Aku
berjalan menuruni anak tangga meninggalkannya. Dia masih saja bersikukuh tak
ingin meninggalkan tempat itu. dia terlalu yakin sang pujaan hatinya akan
datang tapi aku tak bersependapat dengannya.
Langkah
kakiku masih saja berjalan mencari-cari tempat yang kiranya pantas sebagai
tempat untukku merenung. Merenung? Ya, aku masih khawatir dengan sahabatku yang
hubungannya masih berjalan selama hampir 2 tahun ini. aku tak percaya dengan
kata-kata manis yang selalu terlontar dari bibir adith. Seorang playboy yang
entah kenapa sampai sekarang dia masih belum juga memutuskan hubungannya dengan
sahabatku. Aku yakin ini hanya akal-akalan adith agar dia bisa memanfaatkan
kepolosan sahabatku. Bukannya aku cemburu tapi bagaimana tidak setelah cintanya
ku tolak, kini dia bersama sahabatku sendiri.
Waktu
terus berjalan aku kini telah duduk menukmati ramainya jalanan kota pada malam
hari. Aku menyruput minuman yang aku pesan 10 menit yang lalu dibawah sinar
rembulan yang indah. Diujung jalan ku dapati shisi dengan raut wajah yang aku
sendiri tak bisa menebaknya. Antara senang dan sedih, dia melewati padatnya
jalan. Semakin shisi mendekat semakin aku tahu apa yang tengah ia rasakan,
bimbang.
“kamu
kenapa shi? Kamu diapain sama adith?”
“nda,
aku gak diapa-apain adith, dia malah ngajak aku kawin”
“hah,
kamu dilamar adith? Serius? Apa kamu tahu adith bener-bener ngajakin kamu
nikah? Jangan-jangan itu Cuma akal-akalannya dia doang?”
“dinda,
kapan sih kamu gak ngejelekin adith di depan aku? Aku yakin dia serius, dia
juga cinta sama aku. Kenapa? jangan-jangan kamu suka sama adith?”
“ya
enggak gitu juga shi,aku gak pernah suka sama adith. aku takut aja kamu
dipermainin sama adith, trus permasalahannya apa? bukannya kamu seneng kok tu
muka malah ditekuk?”
“nda,
kamu tahu sendiri kan pandangan mama sama papa aku ke adith? mereka gak suka sama
adith, mereka hanya melihat sebelah mata tentang adith kaya kamu”
“yayaya,
trus?”
“trus
kamu harus bantuin aku biar mereka suka sama adith”
“heh,
apa kamu gak sadar kalian itu sama-sama masih kuliah, mending-mending kalo
adithnya udah kerja. Kalian ntar mau makan apa? buku?”
“ya
itu urusan belakangan, ntar adith juga dapet kerja kok. Dia sekarang juga lagi
nyari kerjaan”
“yeee,
nekat banget sih lo”
“ayolah nda, please tolongin aku”
“ayolah nda, please tolongin aku”
“shi
bukannya aku gak mau bantu”
“sahabat
macam apaan sih kamu nda? Bantuin sahabat sendiri gak mau?”
“shi,
gini aku gak mau itu karena aku gak tahu harus gimana, lagian kalo emang adith
serius sama kamu harusnya dia dong yang nyari perhatian ke mama papa kamu, bukannya
cinta itu butuh pengorbanan ya? biarin adith berkorban buat cintanya ke kamu”
“bener
juga sih nda, tapi kamu setuju rencanaku sama adith kan?
“antara
iya dan tidak, udah ayo kita pulang aku gak mau dimarahin sama mama kamu yang
super bawel itu”
“baiklah”
“oh
iya tadi adith juga datang?”
“emmm,
tidak nda”
“tuh
kan itu tuh yang aku gak suka dari adith, dia itu mudah ngumbar janji tapi apa
buktinya hanya omong kosong, aku semakin tak yakin dia serius ngajakin kamu
nikah”
“tapi
nda, tadi dia telepon aku. dia ada acara sama temen bandnya”
“pokoknya
aku gak setuju sama rencana adith ngajakin kamu nikah”
“terserah
deh nda, udah dari dulu aku turutin apa yang semua kamu katakan, aku juga
semakin yakin sama kata-kata adith bener kalo kamu itu gak rela orang yang
ngejar-ngejar kamu berpaling ke wanita lain yaitu aku!”
“ooo
jadi itu yang adith katakan ke kamu, oke shi cukup! persahabatan yang udah lama
ini berakhir Cuma gara-gara cowok brengsek kaya adith!! Jika nanti kamu di
campakin adit gak usah nangis ngerengek-rengek didepan aku!!”
“nggak
akan pernah!”
“oke
fine”
Aku
tak percaya dengan shisi yang udah dibutakan oleh cintanya ke adith.
Percekcokanku dengan shisi telah membuatku semakin benci dengan adith. Tega
sekali dia mengadu domba persahabatanku dengan shisi yang kini telah pupus.
Hari demi hari telah berganti, waktu sangat cepat sekali berputar. Kini aku tak
pernah berucap kata dengan shisi. Jangankan untuk berbicara, saat bertemu pun
dia seakan tak mengenalku sama sekali.
Perjalanan
hidupku memang tak selamanya mulus. Roda kehidupan akan terus berputar. Suatu
ketika aku melihat kemesraan mereka di tempat umum. Bahkan kemesraan mereka tak
pantas sekali, apalagi di tempat umum. Padahal mereka sama sekali belum terikat
tali perkawinan. Aku hanya ngelus dada, separah itu shisi semenjak persahatanku
dengannya pupus. Bukannya aku tak peduli dengan shisi, tapi dia sendiri yang
memintaku untuk tak ikut campur hubungannya dengan adith.
Dilorong-lorong
kampus ku dapati adith yang tertangkap basah sedang berduaan dengan wanita
lain. Aku tetap memacu langkah kakiku meninggalkan mereka disana karena aku
ingin segera pulang. Karena pikiranku hanya memikirkan brengseknya adith yang
selalu gonta-ganti pasangan. Aku terjerembab dan membuat mereka berhenti dengan
kesibukannya, adith mendekatiku dan mengulurkan tangannya guna menolongku.
“kamu
tidak apa-apa din?”
“aku
gak perlu bantuanmu, playboy brengsek”
“ayolah
turunkan egomu sedikit saja, kakimu terluka”
“apa
pedulimu, mending sana balik ke selingkuhanmu!”
“oke
kalau itu maumu”
“hush,
sana pergi”
Aku
berusaha bangun tapi naas, usahaku gagal. Aku tetap bersikukuh untuk berdiri
dengan kedua kaki dibantu kedua tanganku sendiri, tapi tetap saja usaha ini
sia-sia. Rasa sakit yang hinggap dikakiku ini sangat menyiksa. Kini aku hanya
merisngis kesakitan seorang diri.
“ayolah
din, gak usah gengsi”
“adith?”
“iya
kenapa? Niat aku baik tapi kenapa masih kamu tolak?”
“kamu
ngapain masih disini, udah sana pergi!”
“aku
gak akan meninggalkanmu sendirian disini”
“gak
usah sok jadi pahlawan deh!”
“dinda,
niat gue baik ke elo”
“baik?
Apa ngadu domba persahabatanku sama shisi itu bisa dianggap baik?”
Adith
hanya diam dan dengan sigap dia membopongku menuju mobilnya. Perasaan yang
campur aduk aku rasakan kini. Antara takut dan sedih kalau-kalau shisi
melihatku sedang bersama pujaan hatinya.
“apa-apaan
kamu dith, turunin aku. aku gak butuh bantuanmu”
“kamu
itu bisa diem gak sih, brisik tahu gak?”
“heh,
kalau aku brisik, turunin aku sekarang!”
“gak
akan, emang aku tega liat kamu gak bisa jalan gara-gara mikirin aku?”
“hah?
Mikirin kamu pede banget sih kamu, siapa juga yang mikirin kamu”
“kalau
kamu tak mikirin aku, kamu gak mungkin jatuh, hahaha. Emang aku gak tahu kamu apa? aku kenal kamu itu udah
dari dulu”
“gak
usah ungkit-ungkit waktu dulu”
“kenapa?
Kamu takut perasaan itu tumbuh lagi?”
“aku
sama sekali gak pernah mencintai kamu”
Adith
melajukan mobilnya yang entah kemana akupun tak tahu. Ditengah perjalanan tak
ada sedikitpun kata yang memecah kesunyian dimobilnya. Aku tak kuasa melihatnya
karena jika aku melihatnya aku akan semakin merasa bersalah dengan shisi.
“kenapa
kau bawa aku ketempat ini, kamu ingin semakin membuatku mengingat masa lalu
kita dulu?”
“disini
aku akan menyatakan sesuatu yang mungkin akan membuatmu terkejut”
“apakah
itu penting untukku?”
“mungkin,
itu tak penting untukmu tapi ini sangat penting bagiku din”
Tanganku
ditariknya dengan lembut dan mulailah dia membopongku ditepi danau, dia
memintaku untuk tak bertanya macam-macam. Suasana yang mengingatkanku saat dua
bocah yang tengah berkejaran ditepi danau saat sore hari. Pemandangan yang
sangat indah. Bocah itu adalah dinda dan adith, itulah kami saat berumur 7
tahun. Adith mengajakku duduk ditepi
danau menunggu terbenamnya mentari seperti kebiasaan kami dulu. Pandangan
matanya kosong, kulihat dia tengah bimbang. Aku hanya melongo melihat indahnya
pemandangan yang ada didepan mataku.
“kamu
kalau melongo, mengingatkan aku pada dirimu waktu kecil”
“ah,
kamu selalu mengatakan itu”
Aku
seakan terhipnotis dengan kata-kata adith saat itu, seperti lupa akan rasa
benciku yang telah hinggap diraga ini.
“din,
kamu bisa menghitung berapa kali aku menyatakan cinta padamu?”
“kenapa
kau ungkit masalah itu? apa kamu masih akan memintaku menjadi pacarmu seperti
yang kau katakan tempo hari?”
“din,
apa kamu tak menyadari bahwa aku sangat mencintaimu?”
“buat
apa aku menyadarinya, aku hanyalah sahabat kecilmu dan akan tetap seperti itu
tak akan berubah”
“tapi
kenapa? Bukankah kamu sedang bukan milik orang lain?”
“kau
tak akan mengerti”
“berikan
alasanmu yang menurutku mungkin itu buntu diakalku”
Aku
tak bisa mengatakan semua yang tengah terjadi. Aku hanya diam walau ku tahu itu
hanya akan menyiksaku dan dirinya.
“apa
masalahnya din, apa karena aku suka gonta-ganti pasangan? Aku menyakiti
sahabatmu? Atau kamu...”
“kenapa
kamu harus memaksaku untuk memberikan alasan yang menurutku itu tak pantas aku
katakan padamu?”
“dinda,
baiklah aku ingin menceritakan sedikit alasanku kenapa aku berubah”
“aku
mencintaimu entah sejak kapan perasaan itu tumbuh, mungkin ini bersemi
seiring berjalannya waktu. Seiring
semakin dekatnya hubungan kita. Kamu tahu kenapa aku menjadi playboy dan
menyakiti semua perasaan wanita yang tergila-gila denganku”
“din,
mereka hanya pelampiasanku karena betapa sakitnya hatiku setelah kesekian
kalinya aku nyatakan cintaku padamu dengan jawaban yang sama tanpa ada alasan
yang jelas. Kamu telah membuatku gila din. Ditambah saat kamu menolakku, tapi
disana kamu malah memilih kawan dekatku”
“kamu
jahat dith, kita hanya boleh menjadi sahabat tak lebih. Kamu harus tanggung
jawab dengan janjimu untuk menikahi sahabatku, shisi”
“aku
tak mencintainya sama sekali, itu hanya akal-akalanku biar kamu semakin cemburu”
“jahat
sekali kamu dith, kamu udah buat persahabatanku dengan shisi hancur dan lagi
kamu udah bohong tentang perasaanmu dengan shisi”
Aku
hanya bisa menundukkan kepala, tak sanggup diri ini menatap kedua bola matanya.
Yang didalamnya mengharapkan sesuatu yang ia inginkan menjadi kenyataan.
“apa?
jadi kamu selama ini hanya membohongiku dith? Tega sekali kamu. dan kamu nda,
tega ya kamu rebut pacar aku”
“shisiiiii,
shi? Kamu jangan salah paham dulu, aku tak pernah merebut adith dari dekapanmu”
“itu
hanya omong kosongmu nda, aku tahu kamu juga mencintai adith”
“shi,
kenapa sih kamu sekarang gak pernah dengerin aku”
“shi,
cukup gak usah salahin dinda ini salahku yang menjadikanmu pelampiasan cintaku”
“tapi
gak
adil dith, aku sayang sama kamu,emmmmm tapi bohong” dengan nada yang
berubah shisi tertawa terbahak-bahak puas dengan rencananya yang
berhasil membuatku terkejut.
“maksud
kamu apa shi? Jadi selama ini kamu juga cuma pura-pura?”
“aku
tahu dinda sayang sama kamu, aku juga tahu kalau kamu cinta mati sama dinda”
“maaf
ya
dith, nda aku udah bohongin kalian, ini hanya ide konyol. aku hanya
ingin ngerjain kalian,karena aku tahu dinda sayang sama adith tapi dia
gengsi”
“shi,
jadi hubunganmu selama hampir dua tahun ini hanya sandiwara kamu, bahkan adith
gak tahu”
“hahaha,
maaf ya"
"kamu rela bertahan selama hampir dua tahun ini hanya buat ngerjain aku shi?"
"iya tahan gak tahan, apalagi adith itu joroknya ihh minta ampun"
"kamu rela bertahan selama hampir dua tahun ini hanya buat ngerjain aku shi?"
"iya tahan gak tahan, apalagi adith itu joroknya ihh minta ampun"
"dith dinda itu sebenernya sayang sama kamu aku sempet buka diarynya,
maaf ya nda udah buka dan baca diarymu”
“tapi
maaf dith aku gak bisa”
“tapi
kenapa? Kamu selalu bilang gak bisa tapi kamu gak tahu apa alasanmu sendiri”
Aku
hanya diam, aku segera meninggalkan mereka berdua. Aku tak ingin mereka melihat
air mataku terjatuh. Adith tak mengejarku, tapi itulah yang ku harapkan. Aku
hanya ingin sendiri tanpa ada yang mengusikku kali ini.
Aku
telah menjadi dinda yang baru, aku telah melupakan perasaanku satu tahun yang
lalu. Aku, shisi dan adith telah menjadi sahabat yang kemana-mana bisa dibilang
selalu bersama. Aku tak tahu apakah adith masih menyimpan rasanya untukku atau
telah melupakannya begitu saja.
4 tahun
kemudian......
Awan
mendung telah berarak menyelimuti langit diatas kami. Puluhan dedaunan
beterbangan menciptakan suara gemerisik merdu. Angin masih tetap mengamuk
menerbangkan daun-daun dan menggoyangkan pohon sekitar rumah. Aku menatap
kosong keluar, aku merasakan keganjilan dengan perasaanku. Aku merasakan rindu
yang sampai saat ini sangat menyiksa. Adith telah pergi keluar kota untuk menggapai
cita-cita tingginya menjadi seorang dokter. Dalam lamunanku bayang adith
hinggap dipikiranku, dia sangat tampan dengan jas putih dengan stetoskop
menggantung dilehernya, semakin lama semakin menjauh dan akhirnya menghilang.
Seketika telepon genggamku berdering disana tertulis nomor tanpa nama yang aku
sendiri merasa asing dengannya. Dipesan singkat itu tertuliskan “aku menunggumu
di danau pinggir kota jam 3 sore ini” pikiran langsung ngeloyor mengkhayal
bahwa si pengirim pesan itu ialah adith. Tanpa basa-basi ku ambil kunci yang
tergeletak dimeja kamar. Ku lajukan mesin motorku segera menuju danau yang dimaksud.
Sampainya
aku di danau, tak kudapati seorangpun yang berada disana. Kuparkir motor dan ku
dekati danau yang beriak. Dipinggir danau ada setumpuk bunga mawar hijau dan
secarik kertas.
“jika
kamu ingin bertemu denganku, ikuti bunga mawar cantik ini”
Aku
celingak-celinguk tapi benar, tak jumpai seorangpun disana. Aku mengikuti
kemana arah bunga mawar ini berujung. Tepat di depan sebuah kursi seonggok
daging yang bernyawa duduk disana. Kudekatinya pelan-pelan, postur tubuh yang
tak asing lagi dari pandanganku.
“adith?”
“din,
kamu akhirnya datang juga”
“sejak
kapan kamu pulang? Ada keperluan apa kamu mengajakku kesini”
“sudah
satu tahun yang lalu”
“kenapa
kamu gak langsung temui aku dirumah? Kenapa aku harus menunggu selama itu?”
“din,
aku sekarang sudah menjadi orang yang sukses, sesuai janjiku ke kamu”
“janji?
Janji apa?”
“janji
pada diriku sendiri, din aku kita sudah sama-sama dewasa, aku tahu kamu sayang
dan cinta sama aku”
“lalu?”
“din....”
dia mulai mengajakku berdiri, dan ia berlutut masih belum terlepas dari
genggaman tanganku. Dia merogoh sesuatu benda didalam sakunya, disana sebuah
kotak kecil berisi sebuah cincin yang sangat indah.
“din,
aku cinta dan sayang sama kamu, dari dulu dan sampai sekarang gak akan berubah.
aku ingin kamu menjadi miliku. Dinda satya indah perwari maukah kamu menjadi
istriku? Will you marry me?”
Sebuah
kalimat yang cukup membuatku menitihkan air mata. Aku tak menyangka pertemuan
pertamaku setelah dia menjadi orang yang sukses adalah aku dilamar olehnya.
Perasaan haru terselubung diantara kami. Bibirku kelu, untuk menjawab
pertanyaan yang aku impikan selama ini. aku hanya memberikan isyarat anggukan
kepala pertanda setuju. Matanya sangat berbinar-binar saat aku menjawab
pertanyaannya walau hanya dengan anggukan kepala.
Komentar
Posting Komentar
silahkan tulis pendapatmu :D